Minggu, 26 Desember 2021

Nona Kamaria

 Ini cerita tentang Kamaria

Sebuah jiwa tersembunyi diujung bukit kumuh

Tinggal diantara pecahan kaca, dan tajamnya pedang bernyawa

Berteman dengan teriknya kehidupan yg tak bisa dipegang kepastiannya

 


Pikirannya sudah dinamis sejak belia

Banyak yg tertipu dengan cadas raut mukanya,

Kasar cara berjalannya,

melindungi hati yg lembut dibalik raganya

 

sesekali mengingat nyanyian oma untuk nona Kamaria,

masih sangat jelas bagaimana mereka memperlakukan seorang nona

kecil disanjung hangat, sudah besar ditunggu mereka untuk dihajar

habis-habisan

 

tanpa alas di kaki, merayap melalui perbatasan kota

tak bisa pergi lama, kalung besi melingkar dilehernya

menunduk patuh mencari celah

 

suatu saat ia tersandung, kakinya lemah

ternyata patah dihajar anak Zaniah

seorang egois, berhati batu

melihat nona Kamaria tetap tersenyum, hatinya kepanasan

 

dihukumnya nona malang dibawah hujan petir.

Diikatnya lengan kaki pada pohon tua ditengah hutan

Dibakarnya ilalang kering malingkarnya

Nona Zaniah masih disana

Sadar tak bisa pergi, dia memejamkan mata

Kembali menunduk tunduk, bersama doa.

Zaniah kira tiada yg tersisa selain abu jenazahnya

Namun jiwa nya masih berdiri disana menunggu tumpangan

Malaikat tiba ditengah kejadian, zaniah tersenyum lalu tertawa

Tapi tersedak asap dan hati dengkinya

Malaikat membawanya pergi, dan meninggalkan Nona Kamaria

Keduanya terpisah dari raga, Nona Kamaria menatap jasad Zaniah

Mendekat dan memilikinya

Kamaria kembali, dengan rupa tak sama

Ia dihormati, dan disanjung penduduk kota

Hidupnya berlangsung hingga ia tua

Menelan rahasia, hingga dijemput usia.

 

Pintu Keluar

 

           Ternyata sulit ya menempatkan perasaan yang sesuai dengan ruang milik kita ? Mengira itu bisa terbentuk menyesuaikan, tapi malah jadi berantakan. Jangan menanyakan apa maunya, di awal pertemuan. Karena jika dia mendengarnya, maka akan dibentuknya semu dan segera pudar dimakan waktu. Maka rahasiakanlah, sampai dia menampakkan dirinya lalu kau bisa memberikan penilaian atasnya. Setelahnya, serahkan pada seleksi alam untuk mengerjakan kesehariannya.


            Tajam hatinya, hingga dapat melukai siapapun yang berupaya mendekati. Ya jangan heran karenanya, dia hanya sedang memastikan bahwa yang bisa mendapatkannya adalah yang benar-benar rela berdarah-darah untuknya. Selama ini, licin telinganya dengan kebiasaan pria yang menang dalam memilih sedang wanita berkemampuan menolak. Mau tidak mau, begitulah adanya. Maka siapkan hujat dan kecaman untuk dihunuskan atas kekesalan dari segala penolakan yang ada.


            Aku, tentu sudah tau.
            Karena ? itulah diriku.
            Kau saja yang masih pusing selama ini, terguncang heran menemuiku berbeda.
            Kau saja yang kebingungan mencari sebuah pengertian, apa dibalik ini semua ?
            Tenanglah, silahkan menepi. Maka sambil kutunjukkan sebelah sanalah pintu keluarnya.
 

 

Hari Kebalikan

Aku coba menghentikanmu sekuat tenaga di hari itu

Sungguh aku menghentikanmu, dari dalam hati

Hanya saja sangat berat mengucapkan suaranya



                                                Sungguh aku mencegahmu sekuat tenaga

                                                Tapi lagi-lagi, sebatas dari lubuk batin

                                                Untuk bangun pun aku tak mampu hari itu

Aku sungguh panic kala itu

Sungguh, hanya saja raut muka kuat menegang dingin

Tertegun kaku untuk menampakkan lemahnya perasaanku

                                                                        Mataku berkaca, siap mengalirkan air mata

                                                                        Tidak, tepat dalam perjalanan menujumu

                                                                        Hujan badai telah menghampiri jendela mata ini

Bolehkah aku membencimu wahai Tuan ?

Kenapa sulit menyampaikan semuanya

Selalu kebalikan yang dengan murahnya menampakkan keberadaannya

 

                                                Kuharap kau mengerti apa-apa yang tertahan dibaliknya,

                                                Agar aku tak salah mengira,

                                                Agar kita tak saling mencerca J

Pemberontak Durjana

Aku sangat muak dengan semua yang ada dibawah atap ini. Dengan jiwa yang hidup bersamanya, dengan suara yang hanya menarik cemas berkepanjangan. Rasa yang dibuat menyelimuti ruangan dengan warna suram penindasan kejam.

Mereka tau bahwa kuingin berteriak mengabarkan duka warta. Maka semakin ditebalkannya selimut yang mengelilingi ruang gerak tempatku berangan. Dikandung seorang ibu terasa seperti tawanan atas pertaruhan jiwa untuk melihat dari bawah selamanya, rela membuka lebar telapak tangan untuk membawa kaki lengkap dengan tumit tingginya. Meneriaki raga yang entah kemana jiwanya melayang, tapi tidak mengalirkan air untuk membiarkannya meresapi pintasan rasa dahaga.

Dentuman dari luar, sempat menggoyahkan setiap yang bernyawa dibawah atap itu. Andai saja bisa memilih. Ah.. andai saja bisa memilih. Maka tiadalah aku sekarang ini. Semua terjadi begitu cepat namun cukup kuat mengikat, namun mereka pun tak sungguh-sungguh mengerti harus menginjakkan kakinya kemana.



Lalu harus kemana aku melepas amarah ? Bolehkah sekali saja kupinjam rasa marah yang selalu terlihat melimpah disana ? Mungkinkah seorang sepertiku disebut sebagai jiwa pemberontak durjana yang durhaka nan kesal hatinya ? Bahkan aku sangat takut apakah aku berhak untuk menangis dan mengasihani jiwa dibawahnya.  

Tuhan, aku ingin segera pulang. Tuhan… sungguh aku berkata ingin segera pulang! Tuhan… kulakukan setiap hari mempersiapkan perjalanan untuk pulang. Tuhaaaan… kusiapkan baju terbaik untuk perisai diri melawan arus yang mungkin terjadi ketika aku salah memilih jalan. Tuhan, aku hanya seorang kecil yang mengharap sebuah pertemuan untuk mengakhiri penderitaan.

Gelas Bersulang

Berjalan diatas pasir mengejar gelembung udara

berlarian, hati berbunga merona

jari menunjuk, menembus selaput sabun

pecah gelembung, mengundang tawa

kadang pedih juga mengenai mata





..masih diatas pasir berputar tanpa arah

dengan udara yang sama dan perasaan sedikit kecewa

tak mengapa, tuan sudah mengajarkan lapang kepadanya

sekarang jarinya sibuk memutar rambut kuncir kuda

..yang mana tidak disertai tawa, namun dengan sedikit rasa waspada

Mencermati rupa, mendalami rasa, dan memperpanjang masa

dia masih baik-baik saja,

masih sama sepenuhnya,

jika kau jeli memperhatikan

selangkah demi selangkah, laju kakinya menjinjit menginjaki pasir itu

Begitu saja pesan ini dititipkan,

berharap sampai kepada jiwa yang rupawan,

terbaca oleh mata bercahaya, pemutus rantai gelapnya bayangan

..yang jua sedang mencari jalan dari kejauhan

..yang membawa gelas untuk saling bersulang

Tercekat lidahku malam ini, satu pil ku teguk untuk menahan pelik di kepala Saat ini aku hanya sedang mengasihani diriku untuk tahun-tahun s...